Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Mengapa Kita Susah Tidur Saat Bulan Purnama? Mitos atau Penjelasan Ilmiah?

Ilustrasi siluet orang terjaga menatap Bulan Purnama besar di langit malam, melambangkan kesulitan tidur saat fase bulan penuh.
Gambar siluet seseorang sedang melihat ke luar jendela pada malam hari, dengan Bulan Purnama yang sangat besar dan terang bersinar di langit. Suasananya tenang namun terasa sulit untuk tidur.
Sejak zaman kuno, Bulan Purnama (Full Moon) sering dikaitkan dengan berbagai fenomena aneh, mulai dari kegilaan sementara hingga peningkatan angka kejahatan. Salah satu mitos yang paling populer dan bertahan hingga kini adalah anggapan bahwa kita menjadi lebih sulit tidur atau kualitas tidur kita menurun saat malam Bulan Purnama. Apakah ini hanyalah cerita rakyat yang diwariskan turun-temurun, atau kah ada dasar ilmiah dari korelasi antara siklus bulan dengan siklus tidur-bangun (siklus sirkadian) kita? Sains modern telah mulai menyelidiki hal ini, dan hasilnya ternyata cukup mengejutkan.

Penelitian Ilmiah Menyingkap Fakta

Beberapa penelitian terkemuka, terutama dari Swiss dan Swedia, mencoba mencari jawaban ilmiah di balik mitos ini. Salah satu studi penting yang diterbitkan di jurnal Current Biology menemukan adanya pola biologis yang konsisten. Dalam penelitian yang mengamati pola tidur sukarelawan di laboratorium tidur yang terkontrol (tanpa melihat bulan atau mengetahui fase bulan), ditemukan bahwa:

  1. Waktu Tidur Lebih Singkat: Partisipan tidur rata-rata 20 menit lebih singkat saat malam Bulan Purnama dibandingkan saat malam Bulan Baru.

  2. Kualitas Tidur Menurun: Mereka menunjukkan penurunan aktivitas otak yang terkait dengan tidur nyenyak (fase Non-Rapid Eye Movement / NREM) sebesar 30%.

  3. Kadar Melatonin: Tingkat hormon melatonin—hormon yang mengatur tidur—cenderung lebih rendah saat mendekati Bulan Purnama.

Penemuan ini mengindikasikan bahwa tubuh manusia, seperti organisme lain di Bumi, mungkin memiliki semacam jam internal (circalunar clock) yang peka terhadap fase bulan, terlepas dari cahaya bulan itu sendiri.

Siklus Biologis dan Gravitasi (Tidal Effect)

Meskipun efek utama Bulan Purnama yang kita rasakan adalah cahayanya, hipotesis ilmiah juga mengarah pada pengaruh pasang surut (tidal effect) yang disebabkan oleh gravitasi bulan. Sama seperti air laut yang naik dan turun, beberapa ahli biologi berteori bahwa gravitasi bulan mungkin mempengaruhi cairan dalam tubuh kita atau secara halus mempengaruhi aktivitas otak.

Namun, hipotesis yang lebih kuat tetap pada pengaruh evolusioner dan cahaya:

  • Pengaruh Cahaya Evolusioner: Secara historis, sebelum adanya listrik, malam Bulan Purnama adalah malam paling terang. Cahaya ekstra ini bisa membuat nenek moyang kita secara evolusioner tetap terjaga untuk berburu atau menghindari pemangsa, yang pada akhirnya memprogram tubuh untuk tidur kurang nyenyak pada malam terang.

  • Siklus Tidur yang Bergeser: Studi terbaru lain dari Universitas Washington dan Yale menunjukkan bahwa di daerah pedesaan tanpa listrik, orang cenderung tidur lebih larut malam dan tidur lebih sebentar selama 3-5 hari menjelang dan saat Bulan Purnama. Fenomena ini kemudian tetap terlihat, meskipun lebih samar, pada orang di perkotaan, menunjukkan adanya sisa siklus biologis purba.

Kesimpulan

Meskipun mekanisme pastinya masih menjadi subjek penelitian intensif (apakah karena cahaya, gravitasi, atau jam circalunar internal), data ilmiah cenderung mendukung klaim ini: Kesulitan tidur saat Bulan Purnama bukanlah sekadar mitos. Ada bukti bahwa siklus bulan, khususnya fase penuh, secara halus dapat mempengaruhi pola tidur kita melalui siklus biologis yang kemungkinan besar merupakan warisan evolusioner.

Posting Komentar untuk "Mengapa Kita Susah Tidur Saat Bulan Purnama? Mitos atau Penjelasan Ilmiah?"